Labuhanbatu,[FOKUSSATU.COM] – Kabupaten Labuhanbatu menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan aset daerah. Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) disorot karena dinilai tidak mampu mengoptimalkan aset yang ada, mengakibatkan penurunan drastis pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Situasi ini berpotensi menyebabkan defisit anggaran dan tumpukan utang yang berkepanjangan bagi pemerintah daerah.
Kondisi miris ini terkuak, salah satunya, pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Labuhanbatu. Sejak tahun 2020, sertifikat akreditasi laboratorium lingkungan mereka telah kadaluarsa. Akibatnya, pengujian parameter kualitas lingkungan kehilangan identitas registrasi, menyebabkan PAD dari 41 item jasa laboratorium senilai ratusan juta rupiah tak lagi bisa dipungut, meski Peraturan Daerah telah mengatur hal tersebut.
Hal serupa juga terjadi pada aset Islamic Center Al-Amin Rantauprapat. Meskipun lahan seluas 10 hektar dengan bangunan megah, kebun sawit, dan tower perusahaan ini seharusnya dikelola oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sejak 2019, namun hingga kini tidak menghasilkan pendapatan yang semestinya bagi daerah.
Kepala BPKAD, Salman Rambe, didampingi Kepala Bidang Aset, mengakui bahwa banyak kekayaan daerah, mulai dari tanah, bangunan, hingga kendaraan, seharusnya dikenakan retribusi sesuai Perda No. 2 tahun 2019 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Tak hanya itu, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bina Labuhanbatu juga menjadi sorotan. Meskipun penyertaan modal daerah mencapai Rp16 miliar, dividen yang seharusnya masuk ke kas daerah diduga tidak lagi tercatat sebagai bagian pendapatan. Rencana penyerahan Pasar Gelugur kepada pihak ketiga, berdasarkan kajian Balitbang Labuhanbatu, juga memicu kekhawatiran serupa.
Potensi kerugian PAD juga berasal dari sektor perpajakan. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari perkebunan, yang seharusnya mencapai ratusan miliar rupiah, belum sepenuhnya masuk ke kas daerah. Meskipun perkebunan yang berdiri setelah tahun 1980 mestinya dipungut pajak BPHTB sesuai undang-undang, masih banyak yang belum terealisasi.
Menanggapi kondisi ini, Agus Dasopang pada Rabu (2/7) secara tegas mengungkapkan, “Untung ada BPK dan Inspektorat yang senantiasa mengawasi serta memeriksa keuangan Pemerintah daerah, kalau tidak, Labuhanbatu bisa bangkrut.
“Ia mendesak pemerintah daerah untuk segera melunasi Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) ASN yang tertunda selama empat bulan sejak September 2024, serta utang kepada pihak ketiga. Hal ini diharapkan dapat terealisasi setelah dana bagi hasil (DBH) dari provinsi diterima, meskipun target PAD belum 100 persen tercapai, guna menghindari anggapan bahwa ASN “dikorbankan” akibat ketidakmampuan pengelolaan.
Situasi ini menyoroti urgensi evaluasi menyeluruh terhadap kinerja OPD terkait pengelolaan aset dan penerimaan daerah. Harapannya, langkah konkret segera diambil untuk menyelamatkan potensi pendapatan daerah dan memastikan keberlanjutan pembangunan di Labuhanbatu.
(Agus D)